Dio yang selingkuh dengan Anggi, tunangan temannya. Dio merampas keperawanan Anggi ketika ia hendak menikah seminggu lagi
Pertunangan antara Anggita dengan Boy sudah berlalu, pertunangan ini hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat dekat termasuk aku dan pasanganku Desi. Mereka terlihat senang dan bahagia, senyuman selalu tersungging di bibir Anggi, nama panggilan kami untuk Anggita. Agen Bola Terbaik
“Selamat ya, Boy..” “Makasih Dio, kamu cepet nyusul, kapan lagi aku rasa Desi juga udah ngebet tuh pengen dilamar” “Ah, kamu bisa aja Boy, nyantai aja tau-tau aku udah ngeduluin kamu, gimana?” “Wah bagus tuh, kalo gitu oke deh aku tunggu..?”
Kebahagiaan terpancar di wajah Boy, kini ia tinggal selangkah lagi untuk membawa Anggi kepelaminan. Ya, Anggi seorang gadis cantik yang selalu dikejar-kejar cowok seluruh kampus tempat Anggi kuliah, maka dari itu Boy merasa paling beruntung setelah berhasil membawa Anggi ke jenjang perkawinan.
Perkenalan Boy dan Anggi sendiri terjadi saat ia diundang oleh Desi pacarku pada perayaan ulang tahunnya setahun yang lalu. Sedangkan aku sendiri sudah mengenal Anggi jauh sebelum itu, karena memang Anggi dan Desi adalah teman satu kampus pada salah satu universitas di Jakarta. Ku akui Anggi memang mempunyai sosok yang begitu sempurna dengan postur 165 cm dan berat yang ideal membuat tubuhnya proporsional, kaki jenjang dan paras yang cantik.
Kalau saja aku belum memiliki Desi, mungkin aku juga akan berusaha mengejar Anggi, tapi aku lebih menyayangi Desi dengan keceriaan dan kecantikannya yang tidak kalah bila dibandingkan dengan Anggi. Desi memang lebih banyak bicara dibandingkan Anggi yang agak pendiam, Anggi paling hanya tersenyum bila kami berempat bercanda dan tertawa.
Desi sendiri telah menjadi pacarku selama kurang lebih dua tahun dengan berbagai problema masa pacaran. Pernah kami putus untuk beberapa waktu lamanya tapi akhirnya kami saling menyadari kesalahan kami dan mulai komitmen untuk pacaran lagi. Pernah juga kuajak Desi untuk bertunangan tapi Desi menolak karena ia belum siap, ia ingin menyelesaikan kuliahnya dulu baru berpikir untuk kearah hubungan yang serius
“Sudahlah Mas Dio, lebih baik kita hubungan kaya gini aja, aku gak mau kita tunangan tapi putus di tengah jalan, toh kita bisa melakukan segalanya kan?”
Begitulah bila aku mulai membicarakan pertunangan dengan Desi, memang selama pacaran kami telah melakukan hal yang lebuh jauh dan hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami istri. Tapi ini kami lakukan karena rasa cinta diantara kami dan Desi pun menyerahkan yang paling berharga dalam hidupnya sebagai seorang wanita dengan rela dan di dasari cinta diantara kami.
Untuk hal yang satu ini bagiku memang bukan yang pertama dengan Desi saja tetapi aku sudah pernah melakukannya dengan beberapa pacarku yang sebelumnya. Tapi dengan Desi aku menemukan sesuatu yang lain yang penuh arti dan penuh cinta dan aku kadang berjanji pada diri sendiri bahwa Desi adalah pelabuhan cintaku yang terakhir. Awalnya kami hanya sebatas saling berciuman dan saling menjelajahi tubuh masing-masing, tapi pertemuan demi pertemuan kami mulai melangkah lebih jauh lagi hingga suatu ketika kami sudah bergumul di sebuah kamar hotel yang sengaja kami booking untuk bersetubuh.
Desi terlentang ditempat tidur, hanya tinggal celana dalamnya saja yang melekat menutupi daerah
selangkangannya. Aku sendiri telah menanggalkan seluruh pakaianku sambil memeluk tubuh Desi yang terengah. Perlahan kukecup bibirnya, kubuka dan kujulurkan lidahku mengisi rongga mulutnya yang mulai terbuka, Desi menerimanya dengan sedotan yang hebat pula. Aku mulai menempatkan tubuhku diatas tubuhnya dan terus memainkan ciumanku, kini bibirku merayap turun menuju leher dan terus bergerak untuk mencapai panyudara yang membumbung diatas dada Desi.
“Akh.. Mas.. Dio..” Desi mendesah lirih saat lidahku yang basah mencapai puncak payudaranya yang merah dan menegang.
Lama lidahku bermain disana, mengulum dan menggigit kecil puting sebesar biji kacang di atas payudara Desi, diselingi remasan tanganku seakan aku tak pernah puas dengan panyudara montok ukuran 36b ini. Kini bibirku berada diatas perut Desi, kujelajahi lekuk pinggang Desi dengan lidahku, perlahan tanganku merayap menggeser celana dalam Desi dari tempatnya. Cengkrama lembut menahan tanganku untuk terus menarik kain tipis itu, ada keraguan pada diri Desi.
AGEN SABUNG AYAM
Sejenak aku diam, dengan tengadah kutatap wajah Desi dengan penuh arti dan sesaat kemudian Desi mengangkat pantatnya memuluskan aku melepaskan kain pertahanan terakhir Desi dan melemparkannya ke lantai kamar itu. Dengan cepat Desi menutup daerah selangkangannya dengan kedua tangan, perlahan kutarik kedua tangan itu dan tersingkaplah benda yang selama ini menjadi impian setiap lelaki.
“Mas.. apa yang kau lakukan.. Ohh..” suara Desi tertahan ketika lidahku mulai menyapu daerah kewanitaannya dengan lembut, aku tahu ia merasakan sensasi yang begitu indah saat itu.
Desahan kecil keluar dari mulut Desi mengiringi sapuan lidahku yang basah. Aku semakin tegang, lama aku mempermainkan perasaan Desi melalui sapuan dan jilatan lidahku pada memeknya, terkadang gigitan kecil menambah sensasi yang tida taranya bagi Desi dan ini memang yang pertama ia rasakan dari seorang lelaki.
“.. Suu.. Sudah.. Mas.. sudah.. hh.. aku gak kuat..”
Kurasakan tangan Desi menarik bahuku untuk meninggalkan selangkangannya, akupun beringsut naik sambil terus menyapukan lidahku kepermukaan kulitnya yang lembut. Kini tubuh kami sejajar, kurasakan penisku mengganjal diatas perut Desi, kembali kukecup bibirnya yang terbuka. Sesaat lamanya kami saling berpandangan dengan begitu dekat, saling meminta pengertian satu sama lain. Walaupun mau meledak rasanya, aku tak ingin merenggut sesuatu yang aku inginkan dari Desi dengan paksa.
“Desi sayang.. aku.. sayang kamu..” “Mas Dio..” Desi mulai merenggangkan kedua kakinya dan aku mengerti bahwa ia siap menerimaku untuk memasuki dirinya.
Perlahan kuposisikan senjataku tepat didepan vaginanya, gesekan pelan mulai menyentuh bibir vagina yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Desi memejamkan matanya dan memeluk erat bahuku seakan takut untuk ditinggalkan. Dengan hati-hati ku tekan pantatku, perlahan senjataku menyeruak masuk menggesek bibir vagina yang sudah basah oleh lendir kenikmatan, sesaat kemudian kurasakan senjataku tertahan sesuatu yang tipis.
“Ohh.. Mass..” akhirnya dengan sedikit tekanan kecil amblaslah senjataku kedalam liang kewanitaan Desi yang masih sangat rapat dan sempit. Sesaat kudiamkan benda itu didalam sana, kulihat wajah Desi terpejam memerah merasakan sesuatu terjadi pada dirinya.
“Desi sayang.. aku mencintaimu..” Kembali kukecup bibir wanita ini dan dengan sangat pelan aku mulai mengangkat pantatku.
“Jangan.. Mas..” Desi mungkin merasakan ada yang hilang dari dirinnya saat kuangkat penisku menjauh dari Vaginanya. “Sabar sayang.. aku ga kemana..” lalu dengan pelan pula kudorong kembali pantatku menekan selangkangannya. Dengan ritme yang beraturan kudorong dan kutarik pantatku dari selangkangan Desi. Dengan sedikit rasa sakit akhirnya Desi merasakan kenikmatan dari gesekan demi gesekan antara penisku dengan memeknya.
Malam itu kami benar-benar merasakan sesuatu yang indah berdua, hentakan demi hentakan diiringi dengan desahan yang keluar dari mulut kami mengiringi suara hembusan AC kamar hotel itu. Malam itu kami menumpahkan rasa cinta yang selama ini menggelora dan akhirnya tubuh kami terkulai lemas setelah merasakan orgasme yang tiada taranya.
“Terima kasih Desi sayang..” “Makasih juga Mas Dio..” malam itu kami tidur dengan berpelukan hingga pagi, seakan tidak ingin terpisahkan lagi.
Sejak saat itu aku dan Desi sering melakukan lagi hal tersebut setiap ada kesempatan dan hubungan kami pun kian bertambah dekat saja. Kadang kami melakukannya di tempat kostnya Desi, tak jarang pula Desi mengunjungiku dirumahku dan kami tumpahkan hasrat cinta kami disana.
Seperti biasanya sore itu sehabis pulang dari kantor aku terlebih dulu ke kampusnya Desi unruk mengantarnya pulang ke tempat kostnya. Sesampainya disana kulihat Desi duduk menungguku dengan ditemani Anggi.
GOL338 PROMO CASHBACK CLASSIC GAMES 5%
“Hai..!” aku berjalan menghampiri mereka berdua sambil melambaikan tangan. “Eh.. Mas Dio.. tumben lama Mas?” Desi berdiri sambil melihat kearah kedatanganku “Sorry.. tadi Mas Dio dipanggil bos dulu sebelum pulang, Eh.. Anggi apa kabar? Boy belum datang?” “Baik Mas, ah enggak kok, Anggi lagi nunggu Mas Dio kok.” jawab Anggi yang berdiri mengikuti Desi dan berjalan menghampiriku. “Iya Mas.., Mas Boy katanya gak bisa jemput Anggi, jadi ya Anggi ikut kita” tambah Desi menjelaskan “Ya udah!, ayo deh..”
Dengan agak heran akhirnya aku segera menuju mobil di parkiran kampus dengan di ikuti oleh Desi dan Anggi di belakangku. Biasanya Boy lebih dulu dariku menjemput Anggi pulang kuliah tapi kali ini ternyata Anggi ikut denganku, Komplek tempat Anggi tinggal memang searah dengan rumahku. Sore itu Anggi memang agak pendiam dari biasanya dan terlihat ada sesuatu yang lain yang seakan disembunyikan dari dirinya. Ada raut kegelisahan di raut wajah Anggi yang kadang kulihat melalui kaca kecil didepan mobilku, terkadang ia tajam menatapku seakan ingin menyampaikan sesuatu tapi setelah lama menatapku akhirnya ia tertunduk dengan menghela nafas panjang seakan ingin menghilangkan beban berat yang menghimpitnya.
“Eh..pelan-pelan dong Mas, nanti kelewat lagi kayak kemaren” tiba-tiba Desi memecahkan pikiran yang ada di benakku. “Oh iya, udah mau nyampe ya?”, perlahan aku berhenti didepan sebuah rumah tempat kos-kosannya Desi. “Mampir dulu Mas ya? ” “Ya.. Mas Dio sih terserah Anggi, gimana?” sambil aku berbalik menoleh kearah Anggi yang seakan baru tersadar dari lamunannya. “Aduh.. sorry deh Des, aku mau cepet balik nih” “Ya udah deh sampe besok ya!, daah Mas Dio” Desi bergerak menjauh dan melambaikan tangannya. “Anggi, pindah depan ya?” tanpa menjawab Anggi keluar dari mobil dan masuk lagi untuk pindah ke depan menggantikan tempat duduk Desi sebelumnya, disampingku.
Perlahan mobilku bergerak lagi meninggalkan tempat kosnya Desi.
“Asyik dong gi, sebentar lagi Anggi jadi kawin sama Boy” di perjalanan aku berusaha memecah kediaman Anggi. “Tinggal seminggu lagi kan?” tambahku lagi “Iya Mas..” “Lho kok calon pengantin kok lesu gitu, happy dong!” Anggi kembali diam dan hanya tersenyum memperlihatkan bentuk bibirnya yang lembut.
Wangi parfum yang di pakai Anggi bercampur dengan keringat yang mengering tercium menggugah naluri kelelakianku, Anggi begitu cantik hari ini. Balutan kaos berlengan pendek melekat ketat menonjolkan panyudara yang indah di dadanya, benda itu memang tidak sebesar kepunyaan Desi tapi itu pun cukup membuat lelaki ingin menjamahnya. Desi agak merebahkan jok mobil yang didudukinya dengan kaki yang saling menyilang sehingga belahan paha mulusnya dengan leluasa menghiasi ujung mataku yang kerap melirik ke arah situ. Saat itu muncullah pikiran gilaku untuk dapat mencurahkan hasratku pada tubuh sensual disampingku ini, padahal aku tahu ia teman dekat Desi kekasihku.
“Beruntung sekali Boy, mendapatkan calon istri seperti kamu” kembali aku menghidupkan suasana. “Orangnya cantik, keibuan dan pintar lagi” tambahku lagi “Ah.. Mas Dio bisa aja kalo muji orang” “Lho bener kok, kamu tahu gak, kadang Mas Dio berfikir kenapa yang bakal duduk dipelaminan mendampingi kamu itu, Boy? kenapa gak Mas Dio sendiri?” perlahan aku melancarkan serangan dengan kata-kata manisku.
Sambil terus diam Desi menegakan tubuhnya dan menatap kearahku, ia tersentak mendengar kata-kata yang baru saja keluar dari mulutku. Aku pun agak kaget dengan kata yang baru saja aku ucapkan, tapi untunglah mobilku sudah berada dipintu gerbang rumah besar kediaman Anggi.
“Makasih ya Mas Dio, mampir dulu gak?” “Ga usah deh Gi, Mas Dio juga mau buru-buru balik” Anggi keluar dari mobilku
“Eh.. Gi, sorry ya kata-kata Mas Dio tadi agak..” “Ah gak apa-apa kok Mas..” “Kalo gitu sampai ketemu ya..!” “Bye..” “Huh..” aku menghela nafas panjang, hampir saja aku melakukan suatu kebodohan dengan mencoba merayu Anggi, gadis pendiam tunangan temanku.
Siang itu aku baru saja mengantar Desi ke bandara, Desi sengaja pulang ke Surabaya setelah mendapat kabar ayahnya masuk rumah sakit karena serangan jantung. Sebenarnya aku ingin ikut tetapi Desi melarangku dengan alasan besok aku harus masuk kantor.
“Sudahlah Mas Dio, aku rasa papa ga apa-apa kok” “Kalo gitu salam aja ya sama keluarga disana, semoga papa kamu cepet baik” “Iya Mas nanti aku sampaikan”, setelah kulihat Desi memasuki ruang tunggu keberangkatan akupun bergegas kembali kemobilku untuk kembali kekantor. Ditengah perjalanan tiba-tiba saja terdengar HP ku berbunyi tanda seseorang ingin bicara denganku.
“
Ya..! hallo.. Anggi ada apa? tumben nelpon?” ternyata Anggi yang menelponku “Anu Mas.. Aku pengen ketemu sama Mas Dio, Mas Dio lagi dimana?” “Wah, penting banget nih kayaknya ada apa?, kebetulan Mas Dio lagi dijalan” “Anggi lagi di kantin kampus, Mas Dio mau kan jemput Anggi, ada sesuatu yang ingin aku omongin Mas” “Mm.. ya udah kalo gitu Mas langsung kesana deh, tunggu sebentar ya!” “Baik Mas bye..!” “Bye..” dengan penasaran ku arahkan mobilku menuju kampusnya Anggi, rasanya agak aneh Anggi ingin membicarakan sesuatu karena selama ini tempat curhat Anggi hanyalah Desi dan Boy.
Perlahan mobilku memasuki pelataran parkir universitas, baru saja aku hendak memarkirkan mobilku kulihat Anggi setengah berlari menuju kearahku dan langsung masuk kemobil setelah aku berhenti didekatnya.
“Ayo Mas kita pergi dari sini” “Kemana Gi? ada apa sebenarnya?” aku semakin penasaran dengan sikap Anggi. “Udah deh yang penting kita pergi dulu dari sini” “Oke deh kalo gitu” tanpa bicara lagi kuputar mobilku meninggalkan pelataran parkir kampus itu.
Di dalam mobil kulihat Anggi kembali dengan sikap diamnya.
“Ada apa Gi, mau kemana kita” tanyaku lagi. “Terserah Mas Dio deh, yang jelas Anggi pengen ngomong penting sama Mas Dio” Akhirnya kami sepakat menuju sebuah resto untuk bicara lebih rilex lagi.
Aku semakin penasaran, karena sesampanya di resto tersebut dan memesan minuman, Anggi tidak langsung bercerita tetapi malah diam seakan ragu mengatakan sesuatu.
“Nah sekarang kita cuma berdua dan udah minum, sekarang coba Anggi cerita ada apa sebenarnya” lagi-lagi aku memulai obrolan lebih dulu “Eng.. Mhh.. anu Mas.., Desi udah berangkat Mas?” Anggi berusaha mengalihkan perhatian, tapi aku tahu bukan maksudnya menanyakan kepergian Desi. “Udah.. Barusan Mas antar ke bandara.., sekarang coba kamu cerita.. kamu lagi ada masalah ya sama Desi” aku mencoba menebak masalah yang ingin di bicarakan Anggi. “Enggak.. gak ada apa-apa kok Mas sama Desi” “Atau sama Boy, kamu beranter ya sama Boy” “Hh.. entahlah Mas.” Anggi menarik nafas panjang saat kusebut nama Boy “Anu Mas, sebenarnya Anggi mau nanya sesuatu sama Mas Dio” sambung Anggi lagi “Soal apa?” aku semakin penasaran “Anggi pengen tahu, maksud kata-kata Mas Dio yang kemaren itu sebenarnya apa?” betapa terkejutnya aku mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Anggi. “Kata-kata yang mana Gi?” aku pura-pura tidak mengerti dengan yang baru saja Anggi tanyakan. “Kemaren Mas Dio bilang kalau seandainya Mas Dio menggantikan Mas Boy duduk di pelaminan mendampingi Anggi kan?, semalaman Anggi gak bisa tidur Mas, Anggi mau tahu yang sebenarnya” sejenak aku terdiam dan menatap Anggi yang juga menatapku dengan penuh rasa penasaran.
Aku ingin tahu apa sebenarnya yang ada dalam pikiran gadis cantik ini bertanya demikian.
Lama kutatap matanya, ada sesuatu yang tersimpan lain di dalam sana dan membuatku penasaran untuk dapat menyelaminya.
“Kalau Anggi pengen tahu yang sebenarnya, kemarin Mas Dio ngomong sama Anggi hal yang sebenarnya” dengan sikap serius aku mulai melontarkan kata-kata. “Maksud Mas Dio..” “Kalau saja kamu tidak menjadi tunangan Boy dan Desi gak jadi pacar Mas Dio, mungkin Mas Dio yang mendampingi kamu karena Mas Dio akan terus mengejar kamu sampai kamu menerima cinta Mas Dio” kembali aku mengeluarkan kata-kata gombal yang selama ini jadi jurus mautku. “Jadi..?” Anggi semakin penasaran. “Sebenarnya sudah lam Mas Dio, jatuh cinta sama kamu Gi, tapi sudahlah itu gak mungkin” sambungku lagi. “Mas.. Mas Dio tahu gak, kadang Anggi iri sama Desi, Desi sering cerita tentang Mas Dio, kebaikan Mas Dio, sikap Mas Dio dan itu Anggi gak bisa dapetin dari Boy”.
Rupanya pancingan kata-kataku mulai merasuki pikiran gadis ini dan aku sendiri tidak menyangka ia akan berkata seperti itu. Anggi terus bercerita tentang perlakuan Boy selama ini yang memang kaku selama berpacaran dengannya. Boy memang baik, tapi sebagai pacar Anggi membutuhkan kasih sayang dan hal-hal romantis yang selalu didambakan setiap wanita. Desi ternyata sering bercerita ke sahabatnya ini bagaimana kami menghabiskan akhir pekan dan malam-malam penuh cinta dan romantis, sedangkan cara Anggi berpacaran hanyalah sebatas berpegangan tangan dan berciuman bibir saja dan Anggi ingin lebih dari itu, mungkin itulah alasan anggi untuk selingkuh.
“Mas.. kalau boleh aku ingin merasakan semua itu Mas..” “Gila! kamu kan bisa minta semua itu dari Boy Gi..” Seakan tak percaya aku mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Anggi. “Sebentar lagi kalian akan menikah dan bersatu selamanya ” “Oleh karena itu Mas aku mau merasakan semua yang di ceritakan Desi sebelum semuanya terikat ikatan perkawinan Mas, aku ga mau mengkhianati suamiku” “Tapi itu selingkuh gi..” seakan tidak mau aku berpura-pura menolaknya, padahal senang sekali rasanya aku mendengar gadis yang selama ini menjadi idamanku meminta sesuatu yang pasti kuberikan. “Mas Dio mau kan?” aku mengangguk pelan tanda setuju membantunya. “Tapi ada syaratnya Mas” “Apa itu..?” “Mas Dio jangan sampai merusak kesucianku, karena aku mau memberikan keperawanku ini hanya untuk suamiku kelak” “Jadi.. kita..” Dengan agak kecewa aku ingin tahu apa maksud semuanya. “Ya.. aku ingin Mas Dio mencumbuiku tapi tanpa penetrasi, Mas Dio mesti janji dulu” “Tapi Mas boleh ngapain aja kan selain yang satu itu?” “Mmh.. iya Mas.. janji ya!” “Ya baiklah Mas Dio janji..” entah apa yang kujanjikan yang jelas kesempatan emas untuk bercinta dengan gadis idamanku selama ini tak mungkin aku lewatkan begitu saja walau aku harus selingkuh dengan tunangan temanku.
Entah apa yang ada dalam pikiran Anggi waktu itu yang jelas mana mungkin aku menolak ajakannya untuk saling mencumbu. Setelah sepakat akhirnya kami meluncur kesebuah hotel di pinggiran kota, sengaja kami mencari tempat yang agak terpencil karena tidak ingin siapapun tahu hal ini apalagi kalau sampai Boy atau Desi tahu semua akan jadi berantakan. Akupun tak ingin mengganggu rencana pernikahan Anggi dengan boy yang hanya beberapa hari lagi.
Jam digital di dashboard mobilku menunjukan pukul 16:24 ketika mobil yang kubawa memasuki garasi hotel yang selanjutnya tertutup rapi setelah mobilku masuk dan berhenti. Dengan cepat aku segera mengurus administrasi ke bagian front office sedang Anggi hanya menunggu di dalam mobil dan bergegas aku kembali setelah segalanya beres.
“Ayo Gi, kita masuk!” tanpa berkata-kata Anggi keluar dari mobil dan berjalan disampingku memasuki sebuah kamar yang tersedia.Ketegangan terlihat di wajah Anggi ketiak kami mulai memasuki kamar dengan sebuah tempat tidur yang tertata rapi dan nyaman sekali kelihatannya. Kemudian Anggi duduk di sofa kamar dan memandang ke arahku yang duduk bersandar di tempat tidur.
Lama kami saling diam seakan takut untuk memulai sesuatu.
“Ann, sebenarnya Mas Dio sangat memimpikan kesempatan seperti ini, hanya berdua dengan kamu” aku mulai mencairkan suasana yang menegang dari tadi. “Kamu cantik Gi, bahagia sekali rasanya walaupun aku hanya dapat memeluk erat tubuh kamu, tapi yakin Anggi mau melakukan ini, dari tadi kok diam aja?” “Ma.. maaf.. Mas Anggi gak tahu mesti ngapain?” perlahan kudekati Anggi yang masih duduk di sofa, kugenggam kedua tangannya, kurasakan keringat dingin membasahi telapak tangan Anggi, lalu kutarik sehingga kini Anggi berdiri dan ku bawa menuju tempat tidur. “Sekarang kamu rilex ya, sayang!” Anggi memejamkan matanya saat aku mendekatkan wajahku ke wajahnya, tak ada penolakan dalam diri Anggi
Dengan lembut kukecup kening gadis ini, kurasakan remasan halus menggenggam tanganku yang masih memegang tangan Anggi, lalu bibirku mulai berjalan mencium alis, matanya yang terpejam, dan kedua pipinya dan terakhir berhenti di kedua belahan bibir mungil gadis cantik ini. Anggi membalas kulumanku pada bibirnya dengan pagutan yang hangat pula lalu aku mulai membuka bibirku dan mengeluarkan lidahku mencari lidah yang lain disebrang sana. Tanganku mulai merayap menggerayangi tubuh Anggi, perlahan menyusup ke balik kaos ketat yang melekat ditubuhnya, kini kurasakan halusnya kulit perut gadis ini. Ketika tanganku mulai memasuki daerah dada untuk segera merasakan lembutnya panyudara yang menonjol, mendadak kedua tangan Anggi menahan kedua tangan ku.
“Kenapa.. sayang..?” terpaksa aku menghentikan sejenak aksiku dan kutatap wajah sayu di hadapanku dengan tajam. Kuberikan Anggi kesempatan untuk berpikir sebelum semuanya terjadi, kulihat keraguan di matanya, tapi aku tahu ia sangat menginginkannya.
“Buka ya, sayang!” Anggi mengangguk pelan, lalu dengan sangat hati-hati kutarik ujung T-shirt yang melekat di tubuh Anggi dan meloloskannya melalui kedua tangannya.
Kulempar t-shirt itu kelantai, kini di hadapanku terpampang tubuh padat ada yang setengah telanjang dengan dada berisi dan terlindungi BH warna pink. Sejenak kutatap gumpalan daging yang masih tertutup BH itu, perlahan ku rebahkan tubuh Anggi ke atas tempat tidur. Kembali kucumbu Anggi yang terlentang pasrah, kukulum lagi bibir mungil itu lalu perlahan merayap menuju leher dan terus kebawah menuju gumpalan payudara yang berisi itu. Kujulurkan lidahku mengitari bukit itu sambil tanganku merayap menuju punggung tempat dimana kaitan BH itu direkatkan, kutarik pelan BH itu dari tubuh Anggi dan ku lemparkan ke lantai.
“Mass..!”Anggi berusaha menutup dadanya dengan kedua tangannya, “Jangan sayang, Mas Dio ingin melihat keindahan panyudaramu ini..”
Segera saja tanganku menahan kedua tangan Anggi dan bawa keatas kepalanya sambil kusapukan lidahku yang basah kearah ketiaknya yang bersih dengan aroma yang menggugah hasrat lelaki.
“Akh..” Anggi merintih kecil sambil terpejam, tanganku merayap lagi menuju dada yang kini terbuka, sentuhan melingkar menambah sensasi lain pada diri Anggi dan akhirnya mulutku pun mendarat di belahan dada Anggi. “Oohh.. Maass..” mungkin baru kali ini Anggi mendapat perlakuan seperti itu, desahan demi desahan mengiringi sapuan lidahku di kedua payudara yang masih keras ini, kurasa jarang sekali payudara indah ini mendapat sentuhan lelaki.
Puting yang merah kecoklatan seakan tenggelam dan belumdapat muncul kepermukaan, kuhisap puting itu dengan penuh perasaan cinta agar Anggi dapat menikmati setiap sentuhanku.
Sambil terus mengulum payudara itu dengan cekatan aku menanggalkan pakainku tanpa Anggi menyadarinya, kini hanya celana dalam saja yang melekat ditubuhku melindungi senjataku yang sudah menegang dari tadi. Sekarang mulutku berada di atas pusar Anggi yang dihiasi sebuah anting kecil membuatnya semakin indah, kujilat dan terus merayap sambil tanganku mulai menarik rok yang di kenakan Anggi. Kali ini Anggi mengangkat pantatnya memudahkan aku melepaskan penutup bagian bawah tubuhnya itu, kini aku dapat menikmati paha mulus yang dihiasi bulu-bulu halus yang menantang untuk segera disentuh.
“Jangan Mas, jangan dibuka” Anggi mencengkram tanganku yang hendak menggusur kain tipis penutup daerah selangkangannya, sambil beringsut Anggi menjauh dan bersandar di tempat tidur. “Kenapa sayang..” “Jangan Mas Dio!, Mas Dio kan udah janji” “Iya sayang, Mas Dio ingat janji Mas Dio, tapi membuka CD kan bukan berarti mau dimasukin, iya kan?” aku berusaha tenang agar Anggi merasa aman dengan perlakuanku “Kamu nikmatin aja ya sayang!” kubelai pipi Anggi lalu kucium keningnya, Anggi menerimaku lagi dengan pagutan yang lebih membara saat mendaratkan ciumanku di atas bibirnya.
Sambil terus ku jelajahi dengan bibir dan lidahku perlahan aku mulai kembali menarik celana dalam itu, kali ini Anggi mengangkat pantatnya dan terlepaslah pertahanan terakhir Anggi. Gundukan bukit kecil dengan bulu-bulu halus yang tertata rapi menandakan Anggi sangat memperhatikan daerah paling pribadinya ini, bibir vagina yang memerah dengan sebuah daging kecil tersembul di atasnya kini terpampang begitu dekat dihadapanku. Kutangkap tangan Anggi yang berusaha menutupi benda indah itu, lalu kusentuh dengan sangat pelan dan penuh kelembutan. Anggi mulai menikmati permainan ini, tubuhnya mulai rilex kembali tanda siap menerima aksi dariku yang selanjutnya.
Dengan pelan kubuka kedua paha Anggi dengan tanganku lalu kutempatkan wajahku mengisi selangkangan itu, vagina itu begitu dekat dengan bibirku.
“Oohh..” Anggi mendesis tangannya meremas rambutku yang berada diselangkangannya, ia begitu menikmati sapuan lidahku yang mengisi ruang kosong di antara kedua pahanya.
Aroma vagina yang begitu kukenal membuatku semakin bernafsu ingin memberikan yang terbaik bagi gadis polos ini. Bulu-bulu halus disekitar bukit vagina menggelitik hidung dan bibirku, kucari dan kutemukan daging kecil pusat segala kenikmatan bagi Anggi. Vagina itu begitu mungil dan indah dengan cairan hangat yang mulai keluar dari dalam vagina Anggi dan bercampur dengan air liurku. Anggi mendesah dan menggeliat merasakan sesuatu yang baru pertama ia rasakan dari seorang lelaki.
“Hoh.. Hoh.. Mass.. Anggi ga tahan.. Udah Mas!” mulut Anggi terus meracau, berbeda sekali dengan hari biasa yang memang begitu pendiam.
Tiba-tiba saja Anggi mencengkram erat rambutku dan membenamkan kepalaku lebih dalam ke selangkangannya, pantatnya mendongak keatas dan tubuhnya menegang. Sesaat kemudian kurasakan cairan hangat kembali keluar dari vaginanya dan kali ini lebih banyak dari sebelumnya.
“Mmas.. Diio..” aku tahu Anggi mencapai orgasmenya, dan aku terus saja menekan klitoris itu dengan lidahku, kulumat setiap tetesan cairan hangat yang keluar dari liang vagina itu.
Cengkeraman Anggi melemah dan akhirnya Anggi terkulai lemas dengan nafas yang memburu, kulihat dada yang turun naik mengatur nafas dengan terengah. Kudekap erat tubuh Anggi dan kembali kukecup kening gadis itu,
“Hh.. makasih Mas Dio.. tadi nikmat sekali..”
Beberapa saat lamanya ku dekap tubuh polos itu sambil terus tanganku memainkan puting susu yang mulai menegang kembali. Kini aku yang harus menikmati kehangatan itu, senjataku sangat tegang. Kalau saja aku tidak takut menyakiti perasaan Anggi mungkin penisku sudah menyeruak masuk kedalam vagina sempit itu, tapi aku bersabar karena pada saatnya aku pasti mendapatkannya. Kubalikan tubuh Anggi, sekarang tubuhnya menindih dan tengkurap diatas tubuhku, ia masih begitu lemas merasakan sisa kenikmatan yang baru saja ia alami. Ia tersentak kaget saat sesuatu yang tegang mengganjal tepat diperutnya
“Mas.. apa ini.. besar sekali..” Anggi bergerak hendak menjauhkan tubuhnya dari tubuhku, tapi sebelum ia menyadarinya, tanganku mencengkram erat belahan pantatnya dan melingkarkan kedua kakiku menghimpit paha mulusnya. “Jangan.. Mas..” “Tenang sayang.. Mas Dio cuma mau merasakan yang seperti Anggi rasakan, maukan Anggi nolongin Mas Dio, please!” kembali ku kecup bibirnya. “Mas Dio boleh kan ngapain aja? asal gak dimasukin kan?, Mas Dio bakal seneng banget kalo Anggi mau menghisap penis Mas Dio”
Anggi menatapku, ia mengangguk kecil dan perlahan ia bergerak kebawah menuju perutku. Lama ia memandangi penisku yang semakin menegang saja, kemudian ia memegangnya dengan sangat hati-hati. Dengan agak ragu Anggi mulai mencium kepala penisku lalu perlahan ia memasukan benda itu kemulutnya. Kakiku mengejang, darahku seakan mengalir lebih deras lagi saat kurasakan isapan demi isapan begitu nikmatnya. Anggi berusaha memasukan penisku kedalam mulutnya tanpa canggung lagi, tapi penis itu begitu panjang sehingga ia hanya bisa mengulum setengahnya saja. Senjataku makin tegang tapi aku tak ingin segera mengakhiri permainan ini, kutahan dengan sekuat tenaga agar orgasmeku tidak datang terlalu dini.
“Mas.. kok gak keluar juga ya..” Anggi menatap tajam mataku sambil melepaskan kulumannya. “Kalo gitu udah dulu deh Gi, bibir kamu udah pegel kan, kita istirahat dulu deh” akhirnya kutarik tubuh Anggi kembali sejajar terlentang dengan tubuhku. “Sekarang Anggi tengkurap deh, biar punya Mas Dio di gesekin ke pantat aja ya?” Anggi membalikan tubuhnya dan tengkurap dengan memeluk bantal, sedangkan aku bergerak keatas tubuhnya dan menghimpitkan penisku ke belahan pantat kenyal itu.
Kutelusuri tengkuk indah itu dengan bibirku, ciuman dan gigitan kecil rupanya membangkitkan kembali gairah pada diri Anggi, ia mulai mendesah kecil. Kadang kusapukan lidahku kearah ketiak dan dinding payudara sebelah luar. Kuposisikan penisku tepat di belahan pantat Anggi lalu kugesek dan kugesek pelan.
Sebenarnya bisa saja aku mencapai orgasme dan memuntahkan cairan yang mendesak hendak keluar dari saluran penisku, tapi aku tak mungkin menyia-nyiakan kesempatan yang mungkin hanya sekali seumur hidupku untuk mendapatkan keperawanan Anggi yang masih suci. Naluri kelelakianku mengatakan aku harus menyelesaikan permainan ini dengan merasakan kelembutan himpitan kulit vagina gadis ini.
“Gi.. kayaknya gak mau keluar juga deh.. hh” Aku berbisik sambil terus mencumbu leher Anggi. “Ya.., gg...gimana dong Mas..” “Ann, kalo kontol Mas Dio di gesekin ke memek kamu mungkin bisa cepet keluar, boleh ga?” “Tapi di gesek aja.. Mas.. ya..jangan di masukin!” “Iya.. sayang..” aku tidak tahu apa yang kujanjikan yang jelas Anggi memberikan lampu hijau untuk aku bertindak lebih jauh.
Anggi membuka kakinya sambil terus tengkurap dan aku mulai menurunkan kepala penisku menuju celah yang berada di sebelah dalam pantat kenyal itu. Gesekan lembut kepala penisku merayap menyentuh anus dan terus menggesek liang vagina yang basah itu. Bulu-bulu halus itu menambah sensasi kenikmatan yang kurasakan, lubang itu begitu licin dan basah.
Kini tubuh itu telah berada dalam kekuasaanku, desahan kecil kembali terdengar dari mulutnya, aku tahu ia begitu menikmati permainan ini dan menginginkan lebih dari sekedar gesekan kecil saja. Sambil tak henti tanganku memainkan gumpalam daging yang menonjol didada gadis ini perlahan ku balikan tubuh Anggi, kini tubuh kami saling menyamping dengan posisi tubuhku tetap berada di belakangnya.
Posisi ini memudahkan tanganku untuk lebih leluasa menjamah dan mengeksploitasi bagian depan tubuh gadis ini. Hembusan nafasku yang begitu dekat dengan telinga Anggi membuat tubuhnya semakin merasakan sensasi kenikmatan. Tangan kananku merayap menuju vagina yang mulai terbuka, kusentuh dan ku cari lagi klitoris yang menyembul dalan liang itu. Tekanan jariku dari arah depan dibarengi dengan gesekan senjataku dari belakang yang gencar menyentuh belahan bibir vagina yang basah itu. Agen Sabung Ayam Terpercaya
“Mas.. sudah.. Mas.. jangan.., aku gak kuat lagi..” Anggi merintih menyuruhku menyudahi permainan ini, tapi naluri kewanitaannya berkata lain karena dengan reflek ia semakin membuka lebar kedua pahanya.
kuposisikan kaki kananku diantara kedua kakinya, sehingga kini selangkangan Anggi terbuka dengan lebar.Kembali kugesekan kepala penisku menyentuh belahan vagina basah itu, tapi kali ini dengan sedikit dorongan yang mengarah keatas sehingga dengan perlahan kepala penis itu menyeruak memasuki belahan vagina Anggi yang memang licin. Sesaat ujung penisku berada dalam himpitan lubang yang basah itu, lalu kutarik dan ku benamkan lagi dengan pelan, aku ingin mempermainkan rasa nikmat gadis ini. Mendapat perlakuan seperti itu Anggi semakin mengejang kedua tangannya kini mencengkram erat rambutku yang masih berada di belakangnya.
“Hh.. Maas..” lenguhan panjang terdengar dan Anggi mencengkram semakin kuat, rupanya ia tak tahan dengan perlakuanku yang memasukan kepala penisku saja karena saat kudorongkan kembali pantatku, Anggi menyambutnya dengan lebih menyodorkan pantatnya ke belakang sehingga penisku amblas kedalam liang yang rapat itu.
Berakhirlah pertahanan gadis suci ini, kurasakan sesuatu yang kenyal menahan ujung penisku, lalu penis itu menyeruak masuk mengisi liang itu. Setelah saling diam beberapa saat aku pun mulai beraksi menyodok dan menarik penisku melalui vagina itu. Kocokan pelan dan berirama terkadang semakin cepat dan cepat lagi, nikmat dan rapat sekali vagina yang masih perawan ini kurasakan.
“Gimana sayang.. lebih nikmat kan?” Anggi menjawab pekataanku dengan desahan yang semakin memburu.
Lalu kuganti posisi ku, dengan tanpa mencabut penisku kuputar tubuh kami sehingga kini aku berada diatas tubuh Anggi. Anggi memeluk dan mencengkram punggungku merasakan setiap sentakan dari pantatku, ia mulai paham dengan ikut menggoyangkan pantatnya seirama dengan sodokan pinggangku. Wajahnya memerah dan bibirnnya yang seksi terbuka lebar, segera kulumat bibir terbuka itu dengan pagutan dan iapun membalasnya dengan penuh nafsu.
”Oooh.. Mass.. Mass..” “Kenapa sayang.. nikmat kan..?” “.. En.. enak.. Mas..” kuangkat dadaku dan ku topang dengan kedua tanganku menambah tenaga untuk kembali menyodok vagina itu, kulihat ekpresi Anggi begitu cantik dengan mata terpejam dan bibir yang terkadang ia gigit kecil.
Gesekan demi gesekan semakin terasa nikmat, sesaat kemudan kulihat wajah Anggi memerah, dan mendongak keatas, kurasakan kakinya melingkar erat dikedua pahaku, aku tahu ia akan segera mencapai klimax.
“..Tahan sayang.. sebentar lagi..” “Aku.. aku gak kuat Mas.. aku mau.. keluar..”. kupercepat sodokan pantatku untuk segera mengimbangi orgasme yang dirasakan Anggi. kupeluk erat tubuhnya kurasakan semburan hangat membanjir di selangkanganku dan setelah itu akupun menyemburkan lahar panas yang kutahan dari tadi. “Oohh..!” lengkingan panjang keluar dari mulut kami secara bersamaan, cairan hangat membasahi rahim Anggi dan akhirnya tubuhku terjerembab diatas tubuh Anggi yang terkulai lemas. “Terima kasih sayang..”
Lama kupeluk tubuh Anggi sambil merasakan sisa kenikmatan yang baru saja kami alami,
“Maafkan Mas Dio sayang, Mas Dio gak bisa nepatin janji..” setengah merayu kubisikan kata-kata itu “Gak apa-apa kok Mas, Anggi juga salah..” masih saling berpelukan akhirnya kami tertidur dalam kelelahan.
Tengah malam aku terbangun dan kulihat tubuh polos Anggi tertidur begitu cantik, cairan kental yang mulai mengering masih keluar perlahan melalui bibir vaginanya bercampur dengan tetes darah yang mengering.
“Maafkan aku sayang..” Kukecup dan kutinggalkan ketempat tidur untuk membersihkan sisa lendir yang melekat diselangkanganku. Baru saja aku hendak keluar kamar mandi setelah membersihkan diri, tiba-tiba Anggi masuk dan memeluk tubuhku.
“Mas Dio jahat ninggalin Anggi sendiri..” “Ga pa pa sayang.. Mas ga kemana-mana kok” kembali kupeluk tubuh Anggi dan kami mandi bersama.
Selesai mandi kami melakukannya lagi, kali ini Anggi benar-benar menumpahkan segalanya. Berbagai posisi ia ingin mencobanya, segala apa yang ia lihat di film BF ia praktekan kepadaku malam itu. Seakan tak pernah puas akupun melayani gelora gadis ini. Jam sembilan pagi baru kami keluar dari hotel itu setelah terlebih dulu melakukan sex kilat dengan telah berpakaian rapi, kami melakukannya sambil berdiri dengan tubuh Anggi bertumpu pada meja kamar hotel itu. Anggi pulang dengan naik taksi dan aku sendiri membawa mobilku menuju rumah dengan senyuman kepuasan.
Seminggu sejak kejadian itu aku dan Desi menghadiri pesta pernikahan Anggi dengan Boy yang begitu meriah. Kulihat keceriaan di wajah kedua mempelai itu, tapi dibalik semua itu kulihat kegelisahan pada tatapan Anggi saat aku memberikan ucapan selamat kepada keduanya
Tersirat pula rasa malu karena sudah selingkuh dengan tunangan temanku ini.